Stop Call Me Kak

Stop Call Me Kak! - Pada dasarnya aku setuju dengan mbak-mbak yang gak mau dipanggil Kak, eh maaf gak mau dipanggil kak berarti gak mau dipanggil mbak juga, kan? Kalau begitu aku ralat, pada dasarnya aku setuju dengan perempuan yang gak mau dipanggil Kak pada video yang sedang viral itu. Tapi kalau lihat reaksi netizen yang malah membuli perempuan itu, nyaliku langsung ciut. Perempuan ini malah dibuli habis-habisan dan banyak meme juga parodi yang menyindir perempuan ini. Aku prihatin.

Menurutku kalau membicarakan hak asasi manusia, setiap orang berhak untuk memanggil siapapun dengan sebutan "Kak", tapi jangan lupakan bahwa setiap orang juga berhak untuk menolak penyebutan untuk dirinya. Ya tapi dengan menggunakan nada, intonasi dan kata-kata yang lebih baik untuk menolak panggilan tersebut.

Hati sinisku berkata, andai saja perempuan dalam video tersebut terlihat lebih good-looking, kawai atau kiyowo maka aku yakin cerita akan berbeda. Mungkin bukan dibuli yang didapat, pasti pujian dan dukungan yang didapat. Lihat saja Shiva dengan jargonnya, "Jangan panggil aku anak kecil, Paman", meski tidak sopan malah menjadi jagoan yang disukai banyak orang. Atau mungkin perempuan dalam video tersebut justru meniru Shiva dengan sedikit improvisasi?

Ini sudut pandangku ya, kalau berbeda dan dianggap salah, ya maaf. Maka aku berlindung pada kata-kata "Aku hanya menyampaikan opiniku saja". Monggo dikomentari.

Pemanggilan Kak atau Kakak ini adalah pemanggilan sopan kepada orang yang lebih tua. Tapi rasanya , menurut opiniku, semakin kesini kesannya jadi berubah makna. Menurut opiniku, karena pemanggilan Kak ini cukup masif dan dilakukan hampir semua orang, memanggil Kak dilakukan hanya agar terlihat sopan saja. Kata ini berhasil menggeser tren panggilan Cin, Say, Bro, Sist, Besti, Guys, Girls, Masbro, Mbaksist, Ngab dan panggilan sok-akrab lainnya.

Jangan-jangan sebentar lagi akan ngetren "Halo kak" menggeser kata "Halo dek" di dunia pencarian jodoh (acak).

Kenapa harus Kak, sih? Bukankah kalau di Jawa kan lebih enak panggil Mas atau Mbak, kalau di Bandung lebih enak panggil Aa' atau teteh, kalau di Jakarta Betawi lebih enak panggil Abang atau Mpok, kalau di Padang lebih enak panggil Uda atau Uni. Jadi kenapa harus Kak?

Ya karena Kakak adalah Bahasa Indonesia. Daripada seperti para wibu yang panggil Onichan dan Oneesan atau para kpopers yang panggil Eonni/Noona dan Oppa/Hyeong padahal mereka orang Indonesia asli. Tapi aku masih merasa geli dengan panggilan Kak. Ya gimana dong ya, menurutku gak beda seperti panggilan Cin dan Say yang sok-akrab. Ditambah lagi nih, aku tidak suka sesuatu yang sedang digunakan oleh banyak orang secara masif.

Bukannya aku alergi dengan panggilan Kak. Sebagai informasi, aku memilih panggilan Kakak/Kak untuk anak pertamaku (jauh sebelum panggilan Kak ini menjadi populer). Tapi kalau aku dipanggil Kak oleh orang yang baru kutemui tuh gimana gitu, cukup panggil nama atau mas, bang atau pak, panggil om juga boleh, asal bukan Kak. Kalau dipanggil Kak oleh orang yang sudah ku kenal dan memang lebih muda dari ku ya monggo. Tapi kalau panggilan Kak hanya sekedar untuk basa-basi,  maaf sekali lagi aku berlindung pada kata-kata "Aku hanya menyampaikan opiniku saja", stop call me Kak.


Posting Komentar untuk "Stop Call Me Kak"