Menulis, Menjaga Kewarasanku

Menulis - Setiap orang memiliki cara meredakan tingkat stresnya masing-masing. Dan saya yakin peringkat tertinggi penghilang stres adalah traveling, nonton film dan mendengarkan musik. No debate. Meski tak jarang traveling malah bikin stres saat mencari dana. Kerja keras sampai stres, uang hasil kerja dibuat untuk biaya traveling (pengobat stres). Dan menjadi fase yang berulang hehehe... becanda...

Memang tak bisa dipungkiri bahwa traveling membutuhkan biaya banyak dan traveling telah menjadi candu untuk banyak orang. Candu yang tak berkesudahan. Candu yang tak memiliki ruang rehabilitasi.

Namun, pandemi kini merubah segalanya. Kini kita terpaksa mengobati stres dari rumah saja. Aku pun mulai mencari cari lagi kegiatan yang bisa mengusir penat. Main game sudah tidak bisa mengusir penatku. Dunia game sudah tidak seperti dulu lagi. Dan akhirnya aku menemukan lagi obat pengusir penatku, menulis di blog, membaca post blog orang lain, menulis status di sosial media, komentar di sosial media. Intinya kembali ngeblog dan bersosial media (meski ku sadari malah susah ditengah kesibukanku bekerja).

Tapi semangat menulis yang ku maksud bukan seperti dulu lagi. Bukan menulis artikel-artikel yang mungkin berguna untuk banyak orang, lebih ke menulis kepenatan yang sedang ku pikirkan. Semua ku tuangkan meski beberapa berakhir dalam draft dan tak jarang ku hapus. Entah itu di blog atau di sosial media.

Kusadari tulisanku akhir-akhir ini makin kacau tak berarah. Hanya menulis uneg-uneg, kegelisahan dan segala bentuk omelan pada kehidupan yang tak jarang galau. Tapi karena aku menyadari bahwa terlalu banyak "Polisi Online", aku malah mengurungkan niat untuk mempublikasikannya. Aku terlalu takut untuk dicap alay tak berguna.

Aku adalah orang yang mendukung kebebasan menulis. Terutama menulis status di sosial media. Kalau beberapa orang tidak suka dan cenderung mencibir status yang berbau dengan doa, dengan kegalauan, dengan keluhan, seperti, "Berdoa kok di sosial media? Emang Tuhan punya sosial media?", atau cibiran lain seperti, "Ngeluh kok di sosial media? Alay!", atau yang lain, "Sombong amat, dikit-dikit pamer di sosial media".

Aku menjadi orang yang berbeda. Eh, tapi bukan berarti aku suka. Lebih tepatnya aku gak peduli orang mau nulis apa di sosial medianya. Mau nulis keluhan kek, mau nulis harapan kek, mau nulis kesombongan kek itu hak mereka atas apa yang mereka punya, sosial media mereka. Bebas. Selama tidak menyinggung orang lain, tidak menyindir orang lain, tidak memaki orang lain, tidak merugikan orang lain. Bebas.

Kalau menarik ya ku baca, kalau gak menarik ya ku lewati. Hidup di sosial media sesimpel itu. Jangan jadi bajingan yang seolah seperti "Polisi Online". Dikit-dikit maki tulisan orang, dikit-dikit judge tulisan orang. Berdamailah dengan sosial media, kalau sudah tidak nyaman, tinggalkanlah. Dewasalah!

Sudah hanya itu topik yang ingin ku omelkan hari ini. Sengaja ku tulis agar kewarasanku tetap terjaga dan terimakasih sudah membaca tulisan super tidak penting ini.

Credit: Hand vector created by benzoix - www.freepik.com

2 komentar untuk "Menulis, Menjaga Kewarasanku"

  1. Terus saja menulis, Mas. Jika itu memang bisa sebagai salah satu cara untuk menjaga kewarasan. Jangan takut dibilang alay atau apa. Toh perpanjangan domain bukan mereka juga yang bayarin. Hehehe.
    Saya seringkali malah suka baca tulisan-tulisan curhatan kayak gini, lho 😁
    Semangat!

    BalasHapus
  2. Sama mas, saya juga nulis buat menghibur diri, kebetulan emang juga suka nulis sih.

    BalasHapus