Pengalaman Seru saat Istri Melahirkan


Gentle Birth - Hari perkiraan lahir anak kami diperkirakan 14 Juli 2018. Namun saat hari itu tiba istri saya, Lily, tidak merasakan pertanda apapun di hari itu, kebetulan hari Sabtu saya sedang libur. Jadi bisa menunggu detik-detik dia merasakan perutnya mulas. Tapi sampai malam, rasa mulas itu tidak kunjung datang [baca cerita sebelumnya: Prenatal Yoga (Yoga Hamil) dan Gentle Birth Class di Jember Bersama Bidan Ima].

Melalui aplikasi whatsapp, kami pun bertanya kepada Bidan Ima, bidan tempat Lily rutin melakukan pemeriksaan juga mengikuti kelas prenatal yoga, kenapa Lily belum juga terasa mulas. Menurut Bidan Ima, hal ini normal. Proses kelahiran bisa maju atau pun mundur dari hari perkiraan lahir. "Namanya juga perkiraan, jadi ya gak bisa 100% akurat. Bisa maju juga bisa mundur", kata Bidan Ima.

Kami disarankan agar Lily tetap melanjutkan untuk makan buah nanas, memperbanyak jalan-jalan, squad atau yoga-yoga ringan. Oh ya, buah nanas ini berfungsi untuk melunakkan otot vagina yang dapat membantu proses melahirkan. Memakan buah nanas dianjurkan pada 2 minggu mendekati HPL. Dan sangat tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi buah nanas di 3 bulan pertama kehamilan.

Hari Minggu, 15 Juli 2018, Lily meminta izin untuk sekali lagi ikut yoga hamil di rumah Bidan Ima. Hari itu juga dia tidak merasakan mulas atau pertanda apapun untuk kelahiran buah hati kami.

Sepulang dari yoga Lily masih baik-baik saja. Masih belum merasakan apapun. Kami pun tidur siang bersama sembari mengharap rasa mulas itu segera datang. Puku 14.00 Lily membangunkanku agar aku segera Sholat Zuhur. "Sayang bangun, kamu belum Sholat Zuhur. Perutku juga sudah mulai agak mulas. Siapa tau, abis kamu sholat anak kita mau keluar. Gih Sholat, jangan lupa berdoa ya", kata Lily sambil duduk disamping saya.

"Aku pun bersorak lompat kegirangan, tapi ku terjatuh dari kursi goyang", spontan saya menyanyikan lagu hit era 80-an, Ratu Sejagad, berjalan ke kamar mandi sembari meyakinkan diri bahwa saya tidak sedang bermimpi.

"Masih mulas Neng?", tanya saya setelah Sholat.

"Pas bangun tidur tadi kerasa agak mulas, tapi sebentar aja terus ilang. Pas kamu sholat mulas lagi, tapi sekarang hilang lagi", jawab Lily.

"Gimana kalau sekarang kita ke Bidan Ima, biar gak telat nanti", saya menawarkan agar kami segera berangkat menuju Bidan Ima.

"Kamu lupa sayang? Kata Mbak Ima kalau mulesnya belum sering, jangan pergi ke bidan atau dokter dulu. Minimal kan 5 menit sekali, takut kelamaan di klinik", kata Lily mengingatkan.

"Oh iya, masih belum 5 menit sekali ya. Kalo gitu aku kabari Mama sama Papa dulu", kemudian saya menelpon kedua orang tua saya, memberi kabar kalau Lily perutnya sudah terasa mulas pertanda cucu pertama di keluarga kami akan lahir.

Tak lama kemudian orang tua saya datang ke rumah kami. Kemudian Lily diajak untuk berjalan kaki mengelilingi kompleks perumahan oleh Mama. Menurut Mama, jalan kaki adalah salah satu cara untuk memperlancar persalinan. Menjelang magrib, orang tua saya pamit pulang untuk menutup toko.

Setelah sholat magrib, ternyata interval waktu kontraksi Lily semakin banyak dan semakin sakit. Saya kemudian berinisiatif untuk menghitung interval kontraksi Lily. Dan ada momen lucu saat menunggu-tunggu kontraksi Lily,

"Aduuuh... perutku sakit", kata Lily setengah merintih saat perutnya terasa kontraksi.

"Bagian mananya sayang yang sakit?", saya bertanya sambil mendekat ke tubuhnya untuk mengusap punggung dan keningnya agar rasa sakitnya berkurang.

"JANGAN SENTUH AKU! AKU LAGI SAKIT BANGET!", setengah teriak dia melarang saya untuk menyentuhnya.

Saya pun menuruti kemauannya. Saya hanya duduk terdiam di dekatnya sambil memandanginya. Dan... "DUH KAMU KOK CUEK BANGET SIH! AKU LAGI SAKIT TAU!", teriak Lily kepada saya. Saya jadi bingung harus bagaimana. Saya pun tersenyum kecut dan mendekati Lily lalu mengusap usap punggungnya dari belakang sambil terus menatap jam.

Tiba-tiba Lily bilang kalau perutnya mulas tapi disertai dengan rasa lapar. Saya menyarankannya untuk makan terlebih dahulu. Tapi dia tidak mau. "Enggak mau, perutku mulas! Aku gak nafsu makan!" kata Lily.

"Ayo makan, aku suapin... kalo gak makan nanti pas melahirkan lemes lho, ntar malah diinfus", kata saya sedikit menakut-nakuti. Dia akhirnya mau makan dengan saya suapin. Tapi disela-sela makan, perutnya mengalami kontraksi. Setiap kali terjadi kontraksi Lily berhenti makan dan kembali makan saat kontraksi dirasa sudah berhenti. Begitu seterusnya sampai makanan di piring habis dilahapnya.

Pukul 19.00 saya menghitung waktu kontraksi Lily sudah tiap 5 menit sekali. Tapi kata Lily tunggu 1 jam baru kita bisa berangkat ke Bidan. Pukul 19.45 saya memesan taksi menggunakan aplikasi gojek.

Dari rumah saya menuju kediaman Bidan Ima membutuhkan waktu paling tidak 15 menit. Selama perjalanan, rasa mulas yang dirasa Lily makin lama makin sakit, tapi intervalnya masih tidak berubah. Baru 5 menit sekali.

Sesampai di rumah Bidan Ima, pukul 20.00, Lily diperiksa dan ternyata masih bukaan 3. Apa itu bukaan 3? Entahlah saya tidak terlalu paham dengan itu, saya juga tidak sempat bertanya lebih jauh karena saya sudah panik. Yang jelas, semakin besar bukaan, semakin dekat dengan waktu persalinan.

Setelah proses pemeriksaan selesai, Lily diminta untuk duduk di gym ball yang bertujuan untuk membantu proses bukaan, sekali lagi saya tidak begitu paham proses medisnya. Saat duduk di gym ball Lily diminta untuk menggoyang-goyangkan tubuhnya. Dan tugas saya adalah menemani dan mengusap punggung dan pinggang Lily agar rasa sakit yang dirasakan sedikit mereda.

Selama proses ini, ruangan dibiarkan gelap dan diberi aroma terapi serta diputar lagu-lagu klasik. Tujuannya agar Lily tetap tenang dan rilex. Proses ini ternyata memakan waktu lama. Sampai pukul 21.30 Lily sudah tidak kuat menahan rasa sakit dicampur rasa kantuknya.

"Mbak aku ngantuk banget", kata Lily.

"Mau sambil tiduran ta? Boleh kok, tapi sambil pake peanut ball ya mbak. Soalnya kalau tidur biasa nanti proses bukaannya berhenti", kata Bidan Icha, yang saat itu merawat Lily di klinik Bidan Ima.

Lily pun mencoba merebahkan diri dan peanut ball ditaruh diantara kedua kakinya. Ternyata menggunakan peanut ball lebih sakit dari pada saat duduk diatas gym ball. Akhirnya Lily minta agar melanjutkan memakai gym ball saja.
sumber: newbornbaby.com.au
Lily melanjutkan proses duduk diatas gym ball. Tapi proses ini tidak berlangsung lama. Rasa kantuk Lily menang, dia tidak bisa menahan rasa kantuk itu. "Mbak Icha aku ngantuk banget, gak kuat. Aku tidur aja ya tapi ndak usah pake peanut ball ya", kata Lily tepat pukul 22.15.

"Iya mbak gak apa-apa kalau gak kuat. Mbak Lily tidur aja, nanti setelah subuh kita lanjutkan ya", jawab Bidan Icha.

Namun, saat Lily mulai berbaring untuk tidur perutnya terasa terus-terusan kontraksi dan semakin sering mengejan secara alami. Bidan Icha melakukan pemeriksaan terhadap kandungan Lily dan ternyata dia sudah masuk pembukaan 6. Kemudian Bidan Icha membimbing Lily melakukan pernafasan seperti yang dilakukan saat kelas prenatal yoga.

Selama proses tersebut, saya berada di samping Lily menggenggam tangannya sambil sesekali mengecup keningnya. Mulut saya tak henti terus membaca surah Al-Ikhlas untuk meredam sakit yang Lily alami. Surah Al-Ikhlas selalu sukses meredam rasa sakit saat dia hamil.

Beberapa menit kemudian, Bidan Icha melakukan pemeriksaan kembali, ternyata sudah masuk pembukaan 8. Dengan sabar, Bidan Icha terus menyemangati Lily dan terus mengingatkan agar melakukan pernafasan seperti yang sudah dipelajari saat kelas prenatal yoga.

Pukul 23.50 pembukaan semakin lengkap. Kepala anak kami sedikit menyembul dibalut oleh selaput ketuban. "Mas kepala anaknya sudah kliatan, coba dilihat", kata Bidan Icha. Setelah itu, Bidan Ima mengambil alih proses persalinan hingga putra pertama kami lahir selamat pada pukul 00.05 dengan berat badan 2,7kg.

Ternyata, proses persalinan gentle birth yang dialami oleh Lily sesuai dengan teori yang telah dia pelajari selama ini. Sebuah proses persalinan yang tanpa jarum suntik, tanpa infus, nyaris tanpa jahitan, tanpa rasa takut dan tanpa teriakan.

Saya kemudian menghubungi orang tua saya dan orang tua Lily dan mengabari bahwa cucu pertama mereka telah lahir dengan selamat. Mereka datang saat subuh. Kami sengaja tidak meminta mereka datang sejak awal proses persalinan. Selain karena sudah malam, kami ingin mencoba untuk lebih mandiri dan ingin proses persalinan tidak banyak orang sehingga Lily lebih rileks.

Sukses terus buat Bidan Ima dan Tim...


2 komentar untuk "Pengalaman Seru saat Istri Melahirkan"

  1. Wah selamat ya mas, semoga anak nya menjadi anak yang berbakti pada orang tua, berguna bagi bangsa.

    BalasHapus
  2. Selamat Mas atas kelahiran buah hatinya. Saya yang belum nikah deg-degan bacanya. Sambil terbayang di masa depan saat berada di situasi yang sama. Hahaha

    BalasHapus