Harga Rokok Naik Rp 50000 Siapa Untung Siapa Rugi


Harga Rokok Naik - Beberapa hari ini portal berita sedang dihebohkan dengan berita wacana kenaikan harga rokok menjadi Rp 50.000 yang bertujuan agar dapat menurunkan jumlah perokok aktif di Indonesia, terutama masyarakat kurang mampu, dimana Indonesia tercatat menjadi negara dengan pengkonsumsi rokok tertinggi.

Seperti dilansir dari Liputan6.com, hal ini mengacu pada sebuah penelitian oleh penelian dari Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr.PH, Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia yang mengatakan sejumlah perokok akan berhenti merokok jika harga rokok dinaikkan menjadi dua kali lipat. Sementara itu, Bea dan Cukai memang merencanakan kenaikan cukai rokok sebesar 10% yang akan berlaku tahun depan.

Pro dan kontra pun bergulir bak bola salju. Perdebatan masalah rokok memang sudah terjadi sejak lama, pro dan kontra tentang rokok selalu ada. Yang pro dengan rokok selalu mengedepankan aspek ekonomi, sedangkan yang kontra dengan rokok selalu mengedepankan aspek kesehatan.

Jika dilihat dari sisi ekonomi, jumlah perokok yang banyak, sekitar 67% dari total penduduk Indonesia, menjadi penyumbang cukai terbesar di Negeri ini. Hasil cukai pun dikembalikan ke masyarakat untuk pembangunan infrastruktur oleh pemerintah. Namun disisi lain, kesehatan masyarakat terus terganggu oleh asap rokok.

Lalu jika wacana harga rokok naik hingga Rp 50.000 diterapkan, siapakah yang akan diuntungkan dan dirugikan? Mari kita bedah logika pecandu terlebih dahulu. Menurut KBBI online, candu berarti sesuatu yang menjadi kegemaran. Percaya atau tidak, seseorang berani membayar mahal untuk mendapatkan sesuatu yang digemarinya.

Seperti logika pecandu narkoba. Pada awalnya ara pengedar menjual narkoba kepada calon mangsa dengan harga murah bahkan gratis untuk coba-coba. Si calon pasti tertarik dengan barang baru apa lagi gratis. Setelah si calon pecandu perlahan menikmati barang jualannya lalu ketagihan, si pengedar pun menjualnya dengan harga yang fantastis. Karena sudah ketagihan dan ketergantungan, si pecandu rela membayar dan melakukan apapun untuk mendapatkan barang haram tersebut.

Didunia ini candu bukan hanya perkara narkoba saja. Banyak hal yang bisa menjadi candu namun tak diakui. Traveling misalnya. Banyak sekali orang yang suka dan kecanduan traveling namun tak pernah mau mengakui bahwa traveling adalah candu yang nikmat. Dan masih banyak bentuk candu lainnya, seperti kecanduan game, kecanduan melakukan sesuatu dan kecanduan membeli dan mengoleksi barang tertentu. Mereka tak akan takut kehilangan uang bahkan waktu untuk mendapatkan semua itu.

Rokok juga merupakan candu yang ganas. Seorang perokok bisa menghabiskan satu sampai dua bungkus rokok perhari. Dengan estimasi harga rokok (sekarang) per bungkus Rp 20.000, maka perhari bisa menghabiskan Rp 40.000.

Para perokok tidak akan takut, bahkan tak akan gentar jika memang harga rokok naik menjadi Rp 50.000 per bungkus. Candu rokok sudah menggrogoti urat nadi dan otak mereka. Tak peduli apapun yang terjadi, candu adalah raja bagi mereka yang harus dituruti dan dibeli. Jika sudah seperti ini, sangat ditakutkan tindak kriminalitas terus meningkat. Segala apapun akan dilakukan agar dapat membeli rokok. Mengingat candu rokok tidak hanya menyerang orang-orang berduit tapi juga masyarakat kurang mampu.

Disisi lain, (jika benar hanya cukai rokok yang meningkat drastis) maka negara akan untung besar mengingat perokok akan rela membayar cukai semahal itu. Infrastruktur di Indonesia akan berkembang pesat dengan pembiayaan yang (sala satunya) berasal dari cukai rokok tersebut.

Apakah bisa selancar itu? Tentu sajak tidak. Masih banyak tikus-tikus korup yang siap menggrogoti uang-uang cukai tersebut, para cacing-cacing yang siap menerima suap 'bebas' bea cukai.

Hanya sampai disitu? Kita belum melihat dari sudut pandang para pecandu yang lain. Jika sudah kecanduan sesuatu, segala sesuatu akan "halal" dilakukan oleh para pecandu. Pabrik-pabrik kecil ilegal (tanpa cukai) akan bermunculan yang paling parah (ditakutkan) akan ada tembakau sintetis yang malah semakin membahayakan kesehatan.

Lalu siapakah yang paling untung dan siapakah yang paling rugi? Belum dapat dipastikan karena belum ada studi yang jelas dan kebijakan tersebut masih belum berlaku. Segala sesuatunya masih bisa berubah-ubah sesuai kemungkinan dan keadaan masyarakat yang ada.

Namun apapun tujuan dari menaikkan harga rokok menjadi Rp 50.000 nanti, yang jelas tujuan yang paling mulia adalah dengan mencegah para pelajar membeli rokok. Dengan harga tersebut, diharapkan pelajar (anak dibawah umur) tidak mampu membeli rokok. Seperti kicauan Tere Liye berikut ini.

Semoga apapun keputusan pemerintah kelak, sudah diperhitungkan secara matang dan akan menjadi nilai yang positif bagi semua orang.


2 komentar untuk "Harga Rokok Naik Rp 50000 Siapa Untung Siapa Rugi"

  1. yang jelas jika harga rokok naik jumlah kejahatan di tingkat pelajar meningkat 1000%

    BalasHapus
    Balasan
    1. Positif saja lah... tingkat perokok ditingkat pelajar berkurang.

      Hapus