Pagelaran Kyai Kanjeng Pada Festival Tegal Boto 2013 Universitas Jember

Pagelaran Kyai Kanjeng Pada Festival Tegal Boto 2013
Cak Nun
Aku tak pernah mengenal betul sosok Cak Nun sebelumnya, tak pernah melihatnya secara langsung. Aku mengenal beliau dulu dari ayahku. Saat itu ayah punya kaset tape shalawatan oleh Cak Nun. Aku ingat betul ayah punya kaset itu sebab aku pernah dimarahi habis-habisan karenanya. Ekonomi keluarga kami dulu lumayan sulit, punya sebuah kaset seperti itu sudah tentu barang mewah. Tapi waktu SD aku ini termasuk orang yang punya rasa penasaran yang sangat tinggi. Waktu itu aku penasaran dengan tombol record pada tape milik ayah. Waktu kaset itu diputar, aku pencet saja tombol itu. Dan apa yang terjadi? Isi kaset terhapus semua.  Lalu aku lebih tau sedikit Cak Nun itu siapa, pada tahun 1998. Kala itu Cak Nun bersama Pak Amin Rais dan beberapa orang lagi yang aku lupa siapa saja sering muncul di TV.

Universitas Jember, 5 November 2013, dalam rangkaian acara Festival Tegal Boto 2013 hari ke-4 Kyai Kanjeng bersama Cak Nun mengadakan pagelaran di Lapangan Timur Unej. Gamelan Kiai Kanjeng[1] bukan nama grup musik, melainkan nama sebuah konsep nada pada alat musik “tradisional” gamelan yang diciptakan oleh Novi Budianto. Kalau dalam khasanah musik Jawa terutama pada gamelan lazimnya sistem tangga nada yang dipakai adalah laras pentatonis yang terbagi ke dalam dua jenis nada yakni pelog dan slendro, maka gamelan yang digubah oleh Novi ini tidak berada pada jalur salah satunya, alias bukan pelog bukan slendro.
Unej letaknya di Pulau Jawa bagian jauh di Timur. Didalam struktur atau tata kelola kenegaraan dia berada di pinggir bukan di bagian tengah. Maka didalam persaingan kekuasaan, Unej tertinggal jauh dibelakang karena yang berkuasa di kabinet dan di proyek-proyek itu UI, ITB, UGM dan sebagainya. Unej iku gak katut, sing dadi mentri gak enek blas. Dan saya bersyukur karena anda tidak termasuk orang-orang yang hina, yang karena kepintarannya akhirnya mencari kekuasaan. Dan kalaupun suatu hari anda duduk di suatu kursi otoritas karena ekspertasi, kualifikasi, dan karena kewajaran bernegara. Kalau yang sekarang duduk dikursi otoritas itu tidak dalam kewajaran berdemokrasi. Dalam kehidupan itu selalu ada alur yaity input, sistem, dan output. Inputnya adalah mahasiswa, sistemnya adalah kampus dan keadaan sosial, keadaan masyarakat dan negara. Lalu outputnya apa? Alumnus atau sarjana-sarjana Universitas Jember itu mau jadi apa harus gimana? Ini yang akan kita bahas dalam pengajian ini.
Kalimat diatas merupakan prolog pengajian oleh Cak Nun. Cak Nun bercerita bahwa Islam dulu datang ke Indonesia abad ke-8. Tapi selama 5 abad, sampai abad ke-13, Islam tidak berkembang dengan baik karena yang membawa Islam adalah pedagang. Pada abad ke-14 karena yang membawa Islam para brahmana, para syekh, para Ki Ageng, panembahan, maulana, atau para spiritualis maka masyarakat Jawa dan masyarakan Indonesia pada umumnya beramai-ramai masuk Islam. Karena pada zaman dulu, orang yang paling tinggi derajadnya, orang yang paling dihormati adalah orang-orang suci, orang yang beragama/alim, kemudian orang pintar, lalu orang yang berkuasa, selanjutnya orang yang kuat, dan terahir adalah orang yang kaya. Tapi sekarang sudah terbalik.

Pola Pikir Masyarakat Dulu dan Sekarang
Kembali ke masalah Unej, sarjana-sarjana Unej ini nanti mau jadi apa? Jadi orang bermanfaat kah? orang sukses kah? orang berprestasi kah? Kita semua setuju, bagaimanapun lulusan unej ini harus menjadi bermanfaat. Manfaat di fokuskan dengan prestasi, prestasi kemudian difilter lagi menjadi sukses. Meskipun kita berprestasi kalau tidak sukses ya gak dianggap apa-apa oleh masyarakat. Nanti setelah berprestasi dan sukses, akan difilter lagi, disederhanakan lagi meskipun gak jadi apa-apa yang penting kaya.

Ditengah-tengah acara beberapa kali suara sound terdengar berbunyi "nguuungg". Cak Nun bertanya-tanya, "apakah ini feedback, terjadi kesalahan pada sound system ataukah ada jin yang sedang mencoba mengganggu?". Beliau pun melanjutkan sambil bercanda, "Jin juga mau diajak acara 1 Murahaman begini, dan mereka bisa marah loh kalau gak diajak". Pengunjungpun tertawa, kemudian beliau meneruskan, "Kita ini harus menemukan penglihatan yang sejati, pendengaran yang sejati, kata yang sejati, bahasa yang sejati, angkasa yang sejati, intelektualitas yang sejati, pemikiran yang sejati". Menurut Cak Nun kita harus menemukan "diriku" yang sejati, bukan "diriku" yang dididik guruku. Karena guru tak pernah tau kita sebenarnya, yang penting dia menyuruh kita begini dan begitu sesuai konteks kependidikan. Padahal kita itu ada susatu yang sejati. Waktu kita diciptakan dulu Allah telah menujuk kita jadi apa. Itu yang harus kita cari.

Seperti yang sudah di bahas diatas, tema malam ini adalah ada input, sistem, dan output. Orang Unej itu akan kemana, jadi apa, dan bertanding kemana, serta bermanfaat seperti apa. Sistemnya ini bisa kampus Unej sendiri, bisa sistem sosial yang berbeda antara masyarakat Jember dengan Surabaya dan Jakarta. Cak Nun mencohtokan musik yang dibawakan oleh Kyai Kanjeng sebagai percontohan bagaimana sebuah potensi masuk kesebuah sistem lalu outputnya jadi apa dan kemana.


Potensi musik yang ada di Indonesia itu banyak sekali. Contohnya gamelan. Gamelan sendiri lazimnya sistem tangga nada yang dipakai adalah laras pentatonis yang terbagi ke dalam dua jenis nada yakni pelog dan slendro. Gamelan yang digunakan Kyai Kanjeng tidak menggunakan pakem pelog atau slendro. Selain itu Kyai Kanjeng menggabungkan potensi musik barat dan musik khas Indonesia.


Usaha manusia sebenernya ada 3 tingkatan, yaitu ijtihad, ittiba’, dan taqlid. Ijtihad itu adalah selalu mencari sesuatu yang baru. Kalau gak bisa ber-ijtihad, ya sudahlah ittiba' saja. Ittiba' adalah ngikut dan paham apa yang diikuti. Kalau cuma anut dan mengikuti/meniru apa adanya itu adalah taqlid. Unej ini mau jadi apa? Mau ngapain? Contohnya pada musik Kyai Kanjeng ini. Kalau kita lihat dasar penyusun musik Kyai Kanjeng. Di belakang ada combo musik barat seperti bass, gitar, drum, keyboard, dan biola. Lalu ada suling yang tidak ditemukan di band-band biasa tapi akan ditemukan di grup musik dangdut. Bisa nggak penyuling dangdut tapi outputnya tidak harus dangdut? Bisa kan? Setelah itu ada gamelan yaitu saron, demung, dan bonang. Gamelan ini gamelan Jawa tapi notasi yang digunakan bukan notasi Jawa. Gamelan Kyai Kanjeng adalah gamelan Jawa yang di kembangkan. Kita harus mencari terus menggali potensi.

Demikian juga lulusan Universitas Jember kalau bisa, bisa punya peran sebanyak mungkin dan seluas mungkin manfaatnya. Dengan kreatifitas dan ijtihad kita bisa mengeksplorasi macam-macam. Orang Unej jangan merasa jangan dibawah, jangan merasa di belakang, itu tergantung kreatifitas kita. Jangan dipikir Jember tetap Jember, jangan dipikir pinggiran tetap pinggirian. Semua tergantung pada kreatifitas. Dan pada suatu hari Indonesia akan mengalami perubahan, dan kita bisa berada di garis depan, berada di kursi teratas. Tergantung upaya kita sekarang, tergantung upaya Universitas Jember ikut membangun Jember dulu.

Cak Nun berpesan pada kami, "Kalian itu sehatlah, jangan sampai gak sehat. Makan secukupnya, semakin sedikit makan semakin sehat. Jangan terlalu banyak minum obat. Kalau tidak terlalu terpaksa jangan minum obat. Kalau cuma pusing sedikit atau pilek sedikit gak usah lah minum obat, paksakan sehat. Jangan terlalu manja. Jadikan sel-selmu, mentalmu, jasadmu, rohanimu menjadi kuat oleh sakit itu kecuali sakit yang sangat berat. Tapi kalau yang ringan-ringan sembuhkan sendiri. Kalau anda bingung anda menderita, jadikan itu sebagai penguat sel-selmu. Kenapa saya ingin kalian semua sehat dan berumur panjang? Karena Indonesia akan sangat menggairahkan setelah ini, kita sudah mengalami cobaan yang luar biasa berat, kita berada di puncak kegelapan, kita berada di puncak kerusakan. Dan kita mau tidak mau kita akan memperbaikinya entah dengan cara apa. 2014-2015 adalah sebuah momentum perubahan yang harus terjadi. Intinya anda harus siap-siap, 2014 tolong usahakan untuk supaya Indonesia jangan mengulang-ulang kebodohan lagi agar nanti kedepannya anda tidak terlalu sengsara terutama adik-adik dan anak-anak anda.".

Begitulah wejangan yang ku dapat dari Cak Nun di acara Pagelaran Kyai Kanjeng pada Festival Tegal Boto 2013 Universitas Jember. Setelah acara ini, aku berfikir bahwa Cak Nun atau Emha Ainun Najib adalah comic yang paling keren. Tausiyah yang beliau berikan seperti stand up comedy. Keren, lucu, tapi penuh dengan makna dan manfaat.



Sumber referensi:
[1] Kyai Kanjeng: http://www.kiaikanjeng.com/

4 komentar untuk "Pagelaran Kyai Kanjeng Pada Festival Tegal Boto 2013 Universitas Jember"

  1. Balasan
    1. Ahahaha yang keren itu Cak Nun-nya mas, bukan ulasannya :D

      Hapus
  2. wah mas, saya juga suka ngikutin kyai kanjeng di yutub, tapi gak pernah sempet hadir di acaranya... ulasannya lengkap bangeet :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masih kurang lengkap... Pengen lengkap sama banyolan-banyolan yang diberikan Cak Nun, tapi kalau saya yang nulis kok malah jadi garing ya hehehehe

      Hapus