Seorang Bintang Yang Nyata

Seorang Bintang Yang Nyata
Aku, Ayah, dan Adikku
Sebenernya otak sudah buntu mau nulis-nulis. Udah gak punya ide lagi. Tapi setelah baca post dari Kang Husni D'One, yang menyebutkan bahwa Semut Pelari sedang ngadain Give Away. Siapa Kang Husni itu? Lalu apa itu Give Away? Jangan tanya soal itu sob, aku juga gak kenal siapa Kang Husni, yang aku tau dia ada di sebuah grup yang baru aku masuki di Facebook, Warung Blogger. Jadi ceritanya si Ratu Semut lagi kangen sama papanya, makanya si Semut Pelari mengajak teman-temannya buat nulis "Kenanang Paling Berkesan Dengan Papa". Aku langsung pengen ikutan aja, bukan tertarik sama hadiahnya, aku juga gak tau hadiahnya itu gunanya apa (pokoknya gak ngerti deh Oriflame itu apaan) tapi yang jelas aku suka sama temanya. Sebenarnya ini sebuah PR lama yang pengen aku tulis di blog ini. Tapi yang buat aku jengkel adalah aturan nomor 4 yaitu: "maksimal 500 kata saja". FYI: meskipun aku suka dengan sistemnya, twitter aku tinggalin karena dibatasi cuma 140 karakter. Aku gak peduli deh sama aturan yang satu ini, tapi aku peduli sama ide cemerlang temanya. Secara resmi aku deklarasikan bahwa artikel ini disertakan dalam Semut Pelari Give Away Time, Kenangan Paling Berkesan Dengan Papa. Nah Loh mukadimahnya aja udah berapa kata?
"Ayahmu kerja apa?", dengan bangga aku menjawab, "PENJAHIT Bu". (tanpa bermaksud meremehkan profesi ayahku) "Kamu harusnya bangga dengan ayahmu dong?", aku pun menjawab dengan mantap, "PASTI Bu, banyak orang yang bilang 'ayahmu hebat, hanya seorang penjahit bisa menyekolahkan anak-anaknya sampai jenjang kuliah'".
Itu adalah sepenggal obrolanku dengan 'pewawancara' sesaat setelah psikotes untuk Metro TV (Baca: Job Hunter: Psikotes). Sekedar info, dalam keseharianku sebenarnya aku gak manggil ayah, tapi papa. Sebenarnya dulu waktu kecil aku memanggil beliau dengan sebutan ayah. Tapi setelah adikku lahir aku mengikuti adikku memanggil kedua orang tuaku dengan papa-mama. Khusus dalam blog, aku kembali memanggilnya ayah. Aku dan ayahku sebenarnya sering tidak akur. Sering sekali berselisih pendapat. Tapi ada banyak pelajaran dari ayahku yang sejak kecil beliau suntikkan ke telinga kananku, tapi aku buang melalui telinga kiriku.
"Kamu nantinya juga akan menjadi seorang ayah. Untuk itu kamu harus mengerti beberapa dasar permesinan, kelistrikan, perpipaan, pertukangan kayu, dan banyak lagi. Meskipun cuma dasarnya saja, tapi itu penting bagi kehidupanmu kedepan. Jadi nantinya gak melulu nyuruh orang (sedikit-sedikit bayar orang)."
Itu adalah pesan ayahku yang selalu aku pegang. Meskipun berbeda dengan sebuah kepercayaanku yang tertanam berkat pengajaran seorang guru SMAku, tapi ayahku juga benar. Guru Kimiaku mengajarkanku, "Sempurnya bukan memiliki banyak hal bernilai 7, tapi memiliki sesuatu yang bernilai 10". Lalu aku pikir kenapa gak punya beberapa bernilai 5 dan 1 bernilai 10? Ternyata susah... Sejak kecil aku diajak ikut nimbrung waktu ayah mengerjakan sesuatu dirumuah. Bukan untuk membantu, tapi hanya untuk melihat saja (ya meskipun kadang disuruh-suruh ringan). Itu dimaksudkan agar aku mengetahui sistem yang ada dirumah, sistem perpipaan, pengairan, jaringan listrik, dan sistem perkayuan di rumah. Beranjak besar aku mulai disuruh untuk membantu. Dan akhir-akhir ini jika ada yang tidak beres pada rumah, aku sendiri yang mengerjakannya. Jika nanti aku punya istri dan anak, ini merupakan bekal yang sangat istimewa, bekal yang sangat penting yang tak akan pernah aku dapatkan dari bangku pendidikan formal sejak aku SD sampai lulus kuliahku menyandang gelar S. T..

Pelajaran selanjutnya yang aku dapat dari ayahku adalah, "Bersilaturahmi-lah sama saudara-saudaramu, apapun statusnya, lebih kaya atau lebih kurang mampu, lebih tua atau lebih muda". Ini berbeda dari kebiasaan seorang saudaraku yang lain. Meskipun dia tidak pernah memandang status kaya atau miskin, tapi dia enggan untuk mendatangi/bersilaturahmi ke saudara yang lebih muda. Aku dibiasakan sejak kecil untuk bersilaturahmi, jadi jangan heran kalau aku terkenal (red: dikenal) oleh banyak saudaraku. Meskipun aku sendiri gak hapal mereka satu-persatu.

Pelajaran lain yang aku dapat dari ayahku... sebentar-sebentar ini sebenernya mau nulis kenangan yang paling berkesan dengan ayah atau pelajaran yang didapat dari ayah sih? Kok sepertinya keluar dari tema ya? Oh tentu saja tidak... Semua kenangan bersama ayahku selalu berkesan. Aku gak mau mengatakan ini kenangan, karena kenangan konotasinya adalah 'bersama yang berada jauh disana' (meskipun tidak selalu begitu sih). Tapi alhamdulillah ayah dan ibuku masih sehat, dan semoga Allah selalu memberikan kesehatan kepada mereka sampai aku mempunyai cucu nanti. Amin... Dan sesuatu yang paling berarti sampai sekarang adalah pelajaran-pelajaran yang secara tidak langsung merasuk dalam otakku. Oke kembali ke pelajaran yang aku dapat dari ayahku. Ayah selalu berpesan padaku, "Kamu bebas memilih apapun, kamu bebas bertingkah seperti apapun, kamu bebas pergi kemanapun, kamu bebas meninggalkan rumah (keluarga ini) kapanpun, kamu bebas memilih berpasangan hidup dengan siapapun, tapi ingat satu hal! Jangan lupakan sholatmu".

Aku bukan orang munafik, yang membanggakan Ayahku terlalu berlebihan. Banyak hal yang sering membuatku berfikir "Kenapa Allah menakdirkanku menjadi anak orang ini?". Tapi itu selalu hanya sesaat. Karena apa yang diucapkan ayah terasa selalu benar pada akhirnya. Inilah yang membuatku menjadikan beliau seorang bintang dalam hidupku, meskipun bukan sosok yang aku idolakan, tapi beliau adalah seorang bintang yang nyata untukku, untuk adikku, untuk ibuku, dan untuk keluargaku.

Ada satu hal yang selalu membuatku risih. Ayahku selalu bangga pada anak-anaknya. Beliau selalu menceritakan jenjang pendidikan anak-anaknya kepada semua orang. Selalu menceritakan hal yang baik tentang anak-anaknya tanpa dilebih-lebihkan dan apa adanya. Aku risih bukan karena tingkah ayahku yang berlebihan. Tapi aku khawatir, apa yang ayahku katakan tidak mencerminkan diriku yang sebenarnya. Aku takut orang terlanjur menilaiku tinggi, tapi kemudian mereka tau aku tidak sesuai seperti ekspektasi mereka pada awalnya. Aku pribadi paling tidak suka mendengarkan orang tua menceritakan dan membanggakan anaknya terlalu berlebihan. Kenapa? Karena menurutku ini akan menjadi bumerang pada si anak yang diceritakan tadi. Selain itu hal ini akan menjadi kecemburuan sosial. Anggap saja begini.  Si X dan si Y bersahabat dekat. Suatu hari orang tua si X menceritakan kebanggaannya akan anaknya kepada orang tua si Y. Lalu orang tua si Y megatakan pada Y, "Nak kenapa kamu tidak bisa seperti X?" dan si Y pun menjadi tertekan. Keesokan harinya si Y bercerita pada X bahwa  orang tua si X menceritakan tentang dirinya terlalu berlebihan. Kemungkinan selanjutnya adalah si Y akan mengatakan pada si X, "Gue tau siapa lo sebenanya, lo gak 100% seperti yang orang tua lo ceritakan". Hal ini bisa membuat hubungan si X dan si Y renggang. Alasan selanjutnya aku tidak menyukai hal itu adalah ketika orang tua si X bercerita pada orang tua Y tentang prestasi si X, kemudian sampai di rumah orang tua si Y mendoktrin anaknya untuk berprestasi seperti si X. Sehingga si Y tidak punya kepribadian sendiri yang kuat, dia dicetek untuk menjadi seperti si X. See? Buatku gak ada keuntungan bagi siapapun ketika mereka menceritakan prestasi/kebanggaan yang anak mereka dapatkan.

Ayahku pernah mengatakan padaku, "Papa ini bukan orang kaya, bukan orang yang berharta, tidak ada hal lain yang bisa papa banggakan selain otak yang anak-anak papa ini, prestasi anak-anak papa ini". Aku jadi teringat sebuah lagu dari Simple Plan. Sebenarnya aku ingin sekali mengatakan ini, "Pa... sebenarnya aku tidaklah seperti apa yang papa harapkan. Aku tidak sesempurna yang papa kira..."

Lirik lagu Perfect by Simple Plan: Hey Dad look at me. Think back and talk to me. Did I grow up accordingn to plan? And do you think I'm wasting my time doing things I Wanna do? But it hurts when you Disapprove all along And now I try hard to make it. I just wanna make you proud. I'm never gonna be good enough for you. I can't pretend that. I'm alright and you can't change me. 'Cause we lost it all, nothing lasts forever. I'm sorry I can't be Perfect. Now it's just too late and we can't go back now. I'm sorry I can't be Perfect...
Semoga sedikit cerita ini bisa bermanfaat bagi kangmasbro dan mbakyusist sekalian. Baca juga kisah lainnya aku bersama ayahku pada: Trip Nestapa Menuju Jogja dan Tak Selamanya Kolusi Itu Enak. Barrakallahu...

8 komentar untuk "Seorang Bintang Yang Nyata"

  1. Saya pikir meski berlembar-lembar kertas rasanya masih kurang cukup ya mas menceritakan kenangan dan sosok ayah sampean..

    sukses GA-nya yo

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menurutku sih kang, cerita kenangan dan sosok ayah kita semua gak akan cukup dituliskan dalam kertas sebanyak apapun...

      Hapus
  2. Balasan
    1. Makasih-makasih... tapi gak mungkin menang deh kakak... udah mengabaikan 1 syarat hahahaha...

      Hapus
  3. Wajar kalau seorang ayah membanggakan anak-anaknya meskipun saya nggak pernah dipuji-puji ha ha ha

    BalasHapus
  4. ini lebih dari 500 kata bukan ? semoga menang ya ^^

    BalasHapus